TEXT BOOK
Buku-buku teks yang berisikan informasi terkait dengan HIV/AIDS antara lain:
Sylvia A Price and Lorraine,2006,Patofisiologi,EGC,Jakarta.
Mycek; Mary J,2001,Farmakologi Ulasan Bergambar edisin2,Widya Medika, Jakarta.
Dipiro; Joseph T,2005,Pharmacoterapy,A Pathophysiologic Approach,edisi 6,The Mc Grow-Hill Companies
Anonim,2007,lmu Penyakit Dalam,Fakultas Kedokteran UI,Jakarta.
Anonim,Drug Information Handbook edisi 14th,Lexi Comp,Ohio.
Jumat, 25 Desember 2009
Terapi Non Farmakologi
Tindakan pencegahan yang dapat menurunkan resiko penularan infeksi HIV antara lain:
• Memberikan pendidikan dan pengetahuan mengenai patofisiologi dan penyebaran infeksi HIV.
• Kontak seksual antara homoseksual sebaiknya memakai kondom.
• Kurangi jumlah pasangan seksual dan memakai kondom
• Tidak memakai alat suntik secara bersama-sama
• Memberikan alat suntik dengan pembersih atau mengganti alat suntik ( sekali pakai)
• Menghindari aktivitas seksual yang beresiko (anal)
• Orang normal dengan pasangan yang beresiko sebaiknya menggunakan teknik seks yang aman
• Wanita dengan HIV : memakai kontrasepsi untuk mencegah kehamilan dan tidak memberikan ASI.
• Pakai kondom dari lateks.
Terapi Farmakologi
Obat –obat antiretrovirus yang diizinkan di Amerika Serikat dan ada di Indonesia
a. Inhibitor Transkriptase Balik Nukleosida
1) Zidovudin
Dosis :
- Dewasa : oral, 300 mg, dua kali sehari atau 200 mg, 3 kali sehari
i.v, 1-2 mg/kg/dose (infuse selama 1 jam),diberikan tiap 4 jam (6 kali sehari)
- Anak-anak (3 bulan-12 th) : oral, 160 mg/m2 tiap 8 jam
i.v, infuse continue,20 mg/m2/jam
Efek samping : anoreksia, lemah, rasa lelah, lesu, sakit kepala, nyeri otot, mual, dan insomnia.
Perhatian dan IO : Zidovudin dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang, seperti pd obat gansiklovir, interferon alfa,dapson, flusitosin, vinkristin atau vinblastin. Obat ini harus hati-hati digunakan pada pasien dengan granulositopenia.
2) Didanosin
Indikasi : Pengobatan pada orang dewasa dan anak-anak yang terinfeksi HIV, dalam kombinasi dengan obat-obat antiretrovirus lain.
Dosis :
Anak-anak > 8 bulan : 120 mg/m2 dua kali sehari.
Dewasa : berdasarkan berat badan pasien
<>60 kg : oral, 250 mg, 1 kali sehari
Efek samping : diare, neuropati perifer dan pancreatitis.
IO dan perhatian : penggunaan harus hati-hati pada pasien dengan riwayat pancreatitis dan neuropati perifer. Penggunaan bersama obat-obat yang menyebabakan pancreatitis ( misal: etambutol, pentamidin) atau neuropati (misal: etambutol, vinkristin,isoniazid) harus dihindari.
3) Stavudin
Indikasi : merupakan obat yang diijinkan oleh FDA untuk pengobatan pasien yang terinfeksi HIV, dalam kombinasi dengan obat-obat antiretrovirus lain.
Dosis:
- Bayi baru lahir: 0,5 mg/kg tiap 12 jam.
- Anak-anak:
>14 hari dan <30 kg: 1mg/kg tiap 12 jam ≥30 kg: sama dengan dosis untuk dewasa - Dewasa: ≤60 kg: 30 mg tiap 12 jam ≥60 kg: 40 mg tiap 12 jam
Efek samping: neuropati perifer terkait dosis. Neuropati ini menyebabkan mati rasa, kesemutan, dan nyeri pada kaki yang biasanya akan hilang setelah dosis dihentikan.
Perhatian dan IO: obat-obat yang menyebabkan neuropati (misalnya etambutol,isoniazid,fenitoin) harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang menerima terapi Stavudin. Regimen yg mengandung stavudin,didanosin, dan/atau hidroksiurea dapat meningkatkan resiko neuropati perifer. Zidovudin dan stavudin tidak boleh digunakan secara bersamaan.
4) Lamivudin
Indikasi: Lamivudin diizinkan oleh FDA untuk pengobatan infeksi HIV pada anak-anak dan dewasa dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain. Dosis: - Anak-anak 3 bln-16 tahun: 4 mg/kg, 1 kali sehari. Max dose: 150 mg, 2 kali sehari - Anak-anak 2-17 tahun: 3 mg/kg, 1 kali sehari. Max dose: 100mg/hari - Dewasa: 150 mg, 2 kali sehari atau 300 mg,1 kali sehari.
Efak samping: sakit kepala, mual, dan pancreatitis dilaporkan pada geriatri.
Perhatian dan IO: Lamivudin dan Zalsitabin saling bersifat antagonis dan tidak boleh digunakan secara bersamaan.
5) Abakavir
Dosis: - Anak-anak: 8mg/kg, 2 kali sehari. Max dose: 300 mg, 2 kali sehari, dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain. - Dewasa: 300mg,2 kali sehari atau 600 mg,1 kali sehari dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain.
Efek samping: sindrom gastrointestinal, keluhan neurologis, dan suatu sindrom hipersensitivitas yang khas, mual, muntah, dan nyeri abdomen.
Perhatian dan IO: Etanol dapat meningkatkan kadar Abakavir dalam plasma sebesar 41%, selain itu pasien sebelum memulai terapi dengan obat ini harus diberikan informasi terkait reaksi hipersensitivitas
b. Inhibitor Transkriptase Balik Non Nukleosida
1) Nevirapin
Indikasi: sebagai antiretrovirus yang diizinkan oleh FDA dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Pemberian Nevirapin intrapartum oral tunggal yang diikuti dengan dosis tunggal pada bayi baru lahir jauh lebih baik dalam mencegah penularan vertical HIV disbanding terapi Zidovudin. Dosis: - Anak 2bulan - <8 th: 4mg/kg/dose,1 kali sehari selama 14 hari. Dosis dapat ditingkatkan 7 mg/kg/dose setiap 12 jam. Dosis max: 200mg, setiap 12 jam. - Anak ≥8 th: 4 mg/kg/dose intitial, 1 kali sehari selama 14 hari. dapat ditingkatkan 4mg/kg/dose setiap 12 jam. Dosis max: 200mg/kg/dose,setiap 12 jam. - Dewasa: 200mg, 1 kali sehari selama 14 hari; dosis pemeliharaan: 200mg,2 kali sehari dalam kombinasi dengan antiretrovius lain.
Efak samping: ruam, demam, rasa lelah, sakit kepala, mengantuk, mual, dan menigkatnya enzi-enzim hati. Perhatian dan IO: nevirapin menginduksi CYP3A4 sehingga pemberian bersamaan senyawa yang dimetabolisme oleh system ini dapat menurunkan kadar obat dalam plasma. Kombinasi Rifampin dan Ketokonazol pada pasien yang menerima nevirapin dikontraindikasikan
. 2) Evavirenz
Indikasi: sebagai antiretroviral yang diizinkan oleh FDA dalam kombinasi dengan antiretroviral lain, merupakan antiretroviral pertama yang diizinkan untuk pemberian 1 kali sehari.
Dosis:
- Anak ≥3 th: disesuaikan dengan berat badan 10 – 15 kg: 200 mg, 1 kali sehari; 15 – 20 kg: 250 mg, 1 kali sehari; 20 – 25 kg: 300 mg, 1 kali sehari; 25 – 32,5kg: 350 mg, 1 kali sehari; 32,5-40kg: 400mg, 1 kali sehari; >40 kg: 600 mg,1 kali sehari.
- Dewasa: 600 mg, 1 kali sehari.
Efek samping: sakit kepala, pening, mimpi yang tidak biasa, gangguan konsentrasi, dan ruam.
Perhatian dan IO: Efavirenz dapat menurunkan kadar fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, dan metadon dengan menginduksi CYP 450.
3) Delavirdin
Indikasi: sebagai antiretroviral untuk dewasa yang diizinkan oleh FDA, kombinasi 3 obat dengan regiment ini terbukti dapat meningkatkan efikasi obat.
Dosis:
- Umur ≥16 th dan dewasa: oral, 400 mg, 3 kali sehari.
Efek samping: ruam yang terjadi pada minggu pertama penggunaan obat dan akan menghilang meski terapi dilanjutkan, ruam dapat berupa macula, papula, eritema, dan pruritis.
c. Inhibitor Protease
1) Sakunavir
Indikasi: sebagai antiretroviral pertama yang diizinkan oleh FDA untuk terapi infeksi HIV, sakunavir lazim dikombinasi dengan ritonavir karena interaksi farmakokinetiknya yang menguntungkan.
Dosis:
- Dewasa: oral, 1200 mg, tiap 8 jam.
Efek samping: gangguan GI termasuk mual, muntah, diare, dan gangguan abdomen.
Perhatian dan IO: tidak boleh digunakan bersamaan turunan ergot, sisaprid, triazolam atau midzolam. Sakunavir merupakan inhibitor CYP3A4 lemah tapi dapat menyebabkab aritmia jantung atau sedasi yang lama.
2) Indinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral yang diizinkan oleh FDA untuk anak-anak dan dewasa, dalam dikombinasi dengan zidovudin dan lamivudin dapat menuingkatkan ketahanan hidup pasien HIV.
Dosis:
- Anak 4-15 th: 500mg/m2,setiap 8 jam
- Dewasa:
Oral: Ritonavir 100-200mg, 2 kali sehari + Indinavir,800mg, 2 kali sehari.
Ritonavir 400 mg, 2 kali sehari + Indinavir, 400 mg, 2 kali sehari
Efek samping: kristaluria, endapan indinavir dan metabolitnya dapat menyebabkan kolik ginjal.
Perhatian dan IO: pasien yang menerima indinavir harus minum paling sedikit 72 ons cairan setiap hari.
3) Ritonavir
Indikasi: merupakan antiretroviral yang diizinkan FDA untuk pasien anak dan dewasa. Pada pasien yang terinfeksi HIV-1 yang rentan dan pasien dengan penyakit tahap lanjut.
Dosis:
- Anak >1 bulan: 350-400mg/m2, 2 kali sehari (dosis maksimum 600 mg). Dosis intitial: 250mg/m2,2 kali sehari selama 2 hari atau 500 mg/m2,1 kali sehari.
- Dewasa: 600mg, 2 kali sehari.
Efek samping: gangguan GI seperti mual,muntah,nyeri abdomen,dan perubahan rasa. Parestesia perifer dan perioral juga umum terjadi.
Perhatiaan dan IO: untuk meminimalkan intoleransi pada dewasa dan remaja maka dosis awal diberikan 300 mg tiap 12 jam dan secara bertahap dapat ditingkatkan sampai 600mg tiap 12 jam.
4) Nelfinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral pada dewasa dan anak yang diizinkan oleh FDA terutama pada infeksi HIV-1, pada pasien yang belum pernah mendapat inhibitor protease HIV dan lamivudin.
Dosis:
- Anak 2-13 th: 45-55 mg/kg, 2 kali sehari atau 25-35mg/kg,3 kali sehari, diberikan bersama dengan makanan.
- Dewasa: 750 mg, 3 kali sehari dan diberikan bersama dengan makanan.
Efek samping: diare (paling sering terjadi), diabetes, intoleransi glukosa, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol.
Perhatian dan IO: karena obat ini dimetabolisme oleh CYP3A4 maka pemberian bersama obat yang dapat menginduksi CYP3A4 ,misal:rifampin dikontraindikasikan.
5) Amprenavir
Indikasi: sebagai antiretroviral dalam kombinasi dengan antiretroviral lain untuk anak dan dewasa yang diizinkan oleh FDA.
Dosis:
- Anak 4-12 th atau 13-16 th (< 50 kg): 20mg/kg,2 kali sehari atau 15mmg/kg, 3 kali sehari. Dosis maksimum: 2400mg/kg. - Dewasa: 1200 mg/kg, 2 kali sehari. Efek samping: mual, muntah, feses encer, hiperglikemia, rasa lelah, parestesia, dan sakit kepala. Perhatian dan IO: dengan obat yang menginduksi CYP3A4 dan obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4.
6) Lopinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral untuk anak dan dewasa yang diizinkan oleh FDA.
Dosis: - Anak 6 bulan-12 tahun : berdasarkan berat badan 7-15 kg: 12 mg/kg, 2 kali sehari; 15-40 kg: 10 mg/kg, 2 kali sehari; > 40 kg: 800 mg/ritonavir 200 mg, 1 kali sehari.
- Dewasa: lopinavir 800 mg/ritonavir 200 mg, 1 kali sehari atau lopinavir 400 mg/ ritonavir 100 mg, 1 kali sehari.
Efak samping: gangguan GI, diare, dan mual.
Perhatian dan IO: tidak boleh diberikan bersama obat yang menginduksi CYP3A4, seperti Rifampin.
a. Inhibitor Transkriptase Balik Nukleosida
1) Zidovudin
Dosis :
- Dewasa : oral, 300 mg, dua kali sehari atau 200 mg, 3 kali sehari
i.v, 1-2 mg/kg/dose (infuse selama 1 jam),diberikan tiap 4 jam (6 kali sehari)
- Anak-anak (3 bulan-12 th) : oral, 160 mg/m2 tiap 8 jam
i.v, infuse continue,20 mg/m2/jam
Efek samping : anoreksia, lemah, rasa lelah, lesu, sakit kepala, nyeri otot, mual, dan insomnia.
Perhatian dan IO : Zidovudin dapat menyebabkan penekanan sumsum tulang, seperti pd obat gansiklovir, interferon alfa,dapson, flusitosin, vinkristin atau vinblastin. Obat ini harus hati-hati digunakan pada pasien dengan granulositopenia.
2) Didanosin
Indikasi : Pengobatan pada orang dewasa dan anak-anak yang terinfeksi HIV, dalam kombinasi dengan obat-obat antiretrovirus lain.
Dosis :
Anak-anak > 8 bulan : 120 mg/m2 dua kali sehari.
Dewasa : berdasarkan berat badan pasien
<>60 kg : oral, 250 mg, 1 kali sehari
Efek samping : diare, neuropati perifer dan pancreatitis.
IO dan perhatian : penggunaan harus hati-hati pada pasien dengan riwayat pancreatitis dan neuropati perifer. Penggunaan bersama obat-obat yang menyebabakan pancreatitis ( misal: etambutol, pentamidin) atau neuropati (misal: etambutol, vinkristin,isoniazid) harus dihindari.
3) Stavudin
Indikasi : merupakan obat yang diijinkan oleh FDA untuk pengobatan pasien yang terinfeksi HIV, dalam kombinasi dengan obat-obat antiretrovirus lain.
Dosis:
- Bayi baru lahir: 0,5 mg/kg tiap 12 jam.
- Anak-anak:
>14 hari dan <30 kg: 1mg/kg tiap 12 jam ≥30 kg: sama dengan dosis untuk dewasa - Dewasa: ≤60 kg: 30 mg tiap 12 jam ≥60 kg: 40 mg tiap 12 jam
Efek samping: neuropati perifer terkait dosis. Neuropati ini menyebabkan mati rasa, kesemutan, dan nyeri pada kaki yang biasanya akan hilang setelah dosis dihentikan.
Perhatian dan IO: obat-obat yang menyebabkan neuropati (misalnya etambutol,isoniazid,fenitoin) harus digunakan secara hati-hati pada pasien yang menerima terapi Stavudin. Regimen yg mengandung stavudin,didanosin, dan/atau hidroksiurea dapat meningkatkan resiko neuropati perifer. Zidovudin dan stavudin tidak boleh digunakan secara bersamaan.
4) Lamivudin
Indikasi: Lamivudin diizinkan oleh FDA untuk pengobatan infeksi HIV pada anak-anak dan dewasa dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain. Dosis: - Anak-anak 3 bln-16 tahun: 4 mg/kg, 1 kali sehari. Max dose: 150 mg, 2 kali sehari - Anak-anak 2-17 tahun: 3 mg/kg, 1 kali sehari. Max dose: 100mg/hari - Dewasa: 150 mg, 2 kali sehari atau 300 mg,1 kali sehari.
Efak samping: sakit kepala, mual, dan pancreatitis dilaporkan pada geriatri.
Perhatian dan IO: Lamivudin dan Zalsitabin saling bersifat antagonis dan tidak boleh digunakan secara bersamaan.
5) Abakavir
Dosis: - Anak-anak: 8mg/kg, 2 kali sehari. Max dose: 300 mg, 2 kali sehari, dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain. - Dewasa: 300mg,2 kali sehari atau 600 mg,1 kali sehari dalam kombinasi dengan antiretrovirus lain.
Efek samping: sindrom gastrointestinal, keluhan neurologis, dan suatu sindrom hipersensitivitas yang khas, mual, muntah, dan nyeri abdomen.
Perhatian dan IO: Etanol dapat meningkatkan kadar Abakavir dalam plasma sebesar 41%, selain itu pasien sebelum memulai terapi dengan obat ini harus diberikan informasi terkait reaksi hipersensitivitas
b. Inhibitor Transkriptase Balik Non Nukleosida
1) Nevirapin
Indikasi: sebagai antiretrovirus yang diizinkan oleh FDA dalam kombinasi dengan antiretroviral lain. Pemberian Nevirapin intrapartum oral tunggal yang diikuti dengan dosis tunggal pada bayi baru lahir jauh lebih baik dalam mencegah penularan vertical HIV disbanding terapi Zidovudin. Dosis: - Anak 2bulan - <8 th: 4mg/kg/dose,1 kali sehari selama 14 hari. Dosis dapat ditingkatkan 7 mg/kg/dose setiap 12 jam. Dosis max: 200mg, setiap 12 jam. - Anak ≥8 th: 4 mg/kg/dose intitial, 1 kali sehari selama 14 hari. dapat ditingkatkan 4mg/kg/dose setiap 12 jam. Dosis max: 200mg/kg/dose,setiap 12 jam. - Dewasa: 200mg, 1 kali sehari selama 14 hari; dosis pemeliharaan: 200mg,2 kali sehari dalam kombinasi dengan antiretrovius lain.
Efak samping: ruam, demam, rasa lelah, sakit kepala, mengantuk, mual, dan menigkatnya enzi-enzim hati. Perhatian dan IO: nevirapin menginduksi CYP3A4 sehingga pemberian bersamaan senyawa yang dimetabolisme oleh system ini dapat menurunkan kadar obat dalam plasma. Kombinasi Rifampin dan Ketokonazol pada pasien yang menerima nevirapin dikontraindikasikan
. 2) Evavirenz
Indikasi: sebagai antiretroviral yang diizinkan oleh FDA dalam kombinasi dengan antiretroviral lain, merupakan antiretroviral pertama yang diizinkan untuk pemberian 1 kali sehari.
Dosis:
- Anak ≥3 th: disesuaikan dengan berat badan 10 – 15 kg: 200 mg, 1 kali sehari; 15 – 20 kg: 250 mg, 1 kali sehari; 20 – 25 kg: 300 mg, 1 kali sehari; 25 – 32,5kg: 350 mg, 1 kali sehari; 32,5-40kg: 400mg, 1 kali sehari; >40 kg: 600 mg,1 kali sehari.
- Dewasa: 600 mg, 1 kali sehari.
Efek samping: sakit kepala, pening, mimpi yang tidak biasa, gangguan konsentrasi, dan ruam.
Perhatian dan IO: Efavirenz dapat menurunkan kadar fenobarbital, fenitoin, karbamazepin, dan metadon dengan menginduksi CYP 450.
3) Delavirdin
Indikasi: sebagai antiretroviral untuk dewasa yang diizinkan oleh FDA, kombinasi 3 obat dengan regiment ini terbukti dapat meningkatkan efikasi obat.
Dosis:
- Umur ≥16 th dan dewasa: oral, 400 mg, 3 kali sehari.
Efek samping: ruam yang terjadi pada minggu pertama penggunaan obat dan akan menghilang meski terapi dilanjutkan, ruam dapat berupa macula, papula, eritema, dan pruritis.
c. Inhibitor Protease
1) Sakunavir
Indikasi: sebagai antiretroviral pertama yang diizinkan oleh FDA untuk terapi infeksi HIV, sakunavir lazim dikombinasi dengan ritonavir karena interaksi farmakokinetiknya yang menguntungkan.
Dosis:
- Dewasa: oral, 1200 mg, tiap 8 jam.
Efek samping: gangguan GI termasuk mual, muntah, diare, dan gangguan abdomen.
Perhatian dan IO: tidak boleh digunakan bersamaan turunan ergot, sisaprid, triazolam atau midzolam. Sakunavir merupakan inhibitor CYP3A4 lemah tapi dapat menyebabkab aritmia jantung atau sedasi yang lama.
2) Indinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral yang diizinkan oleh FDA untuk anak-anak dan dewasa, dalam dikombinasi dengan zidovudin dan lamivudin dapat menuingkatkan ketahanan hidup pasien HIV.
Dosis:
- Anak 4-15 th: 500mg/m2,setiap 8 jam
- Dewasa:
Oral: Ritonavir 100-200mg, 2 kali sehari + Indinavir,800mg, 2 kali sehari.
Ritonavir 400 mg, 2 kali sehari + Indinavir, 400 mg, 2 kali sehari
Efek samping: kristaluria, endapan indinavir dan metabolitnya dapat menyebabkan kolik ginjal.
Perhatian dan IO: pasien yang menerima indinavir harus minum paling sedikit 72 ons cairan setiap hari.
3) Ritonavir
Indikasi: merupakan antiretroviral yang diizinkan FDA untuk pasien anak dan dewasa. Pada pasien yang terinfeksi HIV-1 yang rentan dan pasien dengan penyakit tahap lanjut.
Dosis:
- Anak >1 bulan: 350-400mg/m2, 2 kali sehari (dosis maksimum 600 mg). Dosis intitial: 250mg/m2,2 kali sehari selama 2 hari atau 500 mg/m2,1 kali sehari.
- Dewasa: 600mg, 2 kali sehari.
Efek samping: gangguan GI seperti mual,muntah,nyeri abdomen,dan perubahan rasa. Parestesia perifer dan perioral juga umum terjadi.
Perhatiaan dan IO: untuk meminimalkan intoleransi pada dewasa dan remaja maka dosis awal diberikan 300 mg tiap 12 jam dan secara bertahap dapat ditingkatkan sampai 600mg tiap 12 jam.
4) Nelfinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral pada dewasa dan anak yang diizinkan oleh FDA terutama pada infeksi HIV-1, pada pasien yang belum pernah mendapat inhibitor protease HIV dan lamivudin.
Dosis:
- Anak 2-13 th: 45-55 mg/kg, 2 kali sehari atau 25-35mg/kg,3 kali sehari, diberikan bersama dengan makanan.
- Dewasa: 750 mg, 3 kali sehari dan diberikan bersama dengan makanan.
Efek samping: diare (paling sering terjadi), diabetes, intoleransi glukosa, peningkatan kadar trigliserida dan kolesterol.
Perhatian dan IO: karena obat ini dimetabolisme oleh CYP3A4 maka pemberian bersama obat yang dapat menginduksi CYP3A4 ,misal:rifampin dikontraindikasikan.
5) Amprenavir
Indikasi: sebagai antiretroviral dalam kombinasi dengan antiretroviral lain untuk anak dan dewasa yang diizinkan oleh FDA.
Dosis:
- Anak 4-12 th atau 13-16 th (< 50 kg): 20mg/kg,2 kali sehari atau 15mmg/kg, 3 kali sehari. Dosis maksimum: 2400mg/kg. - Dewasa: 1200 mg/kg, 2 kali sehari. Efek samping: mual, muntah, feses encer, hiperglikemia, rasa lelah, parestesia, dan sakit kepala. Perhatian dan IO: dengan obat yang menginduksi CYP3A4 dan obat yang dimetabolisme oleh CYP3A4.
6) Lopinavir
Indikasi: sebagai antiretroviral untuk anak dan dewasa yang diizinkan oleh FDA.
Dosis: - Anak 6 bulan-12 tahun : berdasarkan berat badan 7-15 kg: 12 mg/kg, 2 kali sehari; 15-40 kg: 10 mg/kg, 2 kali sehari; > 40 kg: 800 mg/ritonavir 200 mg, 1 kali sehari.
- Dewasa: lopinavir 800 mg/ritonavir 200 mg, 1 kali sehari atau lopinavir 400 mg/ ritonavir 100 mg, 1 kali sehari.
Efak samping: gangguan GI, diare, dan mual.
Perhatian dan IO: tidak boleh diberikan bersama obat yang menginduksi CYP3A4, seperti Rifampin.
HIV/AIDS
2. Definisi
HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.
AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya system kekebalan tubah yang disebabkan oleh infeksi HIV.
3. Etiologi
Etiologi infeksi HIV/AIDS berdasarkan kelompok yang beresiko tertular dan aktivitas yang menyebabkan penularannya:
Kelompok Aktivitas yang Menyebabkan Penularan
Pria homoseksual Pasangan seksual yang banyak, hubungan seksual secara anal
Pasangan seksual wanita Hubungan seksual melalui vagina dengan orang-orang yang telah terinfeksi HIV
Anak-anak yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV Penularan melalui pasenta
Ketagihan pemakaian obat secara I.V Penggunaan jarum secara I.V bersama-sama.
Hemopillia Unsur darah yang diproduksi (faktor VIH)
Penerima tranfusi darah Donor dari darah yang telah terinfeksi
Orang-orang asal Haiti Penularan secara homo ataupun heteroseksual
Afrika Tengah Terutama disebabkan penyebaran secara heteroseksual.
4. Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidup.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistic.
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.
HIV
Human immunodeficiency virus adalah virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). HIV yang dulu disebut sebagai HTLV-III (Human T cell lympothropic virus Tipe III) atau LAV (Lymphadenopathy Virus), adalah virus sitopatik dari famili retrovirus. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini membawa materi genetiknya dalam asam ribonukleat (RNA) dan bukan dalam asam deoksiribonukleat (DNA).
Virus ini memiliki kemampuan unik untuk mentransfer informasi genetik mereka dari RNA ke DNA dengan menggunakan enzim yang disebut reverse transcriptase, yang merupakan kebalikan dari proses transkripsi (dari DNA ke RNA) dan translasi (dari RNA ke protein) pada umumnya.
AIDS
Acquired Immunodeficiency Syndrome adalah sekumpulan gejala penyakit karena menurunnya system kekebalan tubah yang disebabkan oleh infeksi HIV.
3. Etiologi
Etiologi infeksi HIV/AIDS berdasarkan kelompok yang beresiko tertular dan aktivitas yang menyebabkan penularannya:
Kelompok Aktivitas yang Menyebabkan Penularan
Pria homoseksual Pasangan seksual yang banyak, hubungan seksual secara anal
Pasangan seksual wanita Hubungan seksual melalui vagina dengan orang-orang yang telah terinfeksi HIV
Anak-anak yang dilahirkan ibu yang terinfeksi HIV Penularan melalui pasenta
Ketagihan pemakaian obat secara I.V Penggunaan jarum secara I.V bersama-sama.
Hemopillia Unsur darah yang diproduksi (faktor VIH)
Penerima tranfusi darah Donor dari darah yang telah terinfeksi
Orang-orang asal Haiti Penularan secara homo ataupun heteroseksual
Afrika Tengah Terutama disebabkan penyebaran secara heteroseksual.
4. Patofisiologi
Virus memasuki tubuh dan terutama menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Kelompok terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4 yang mengatur reaksi sistem kekebalan manusia. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4 melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabung dan masuk ke dalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya. Secara klinis, ini berarti orang tersebut terinfeksi untuk seumur hidup.
Siklus replikasi HIV dibatasi dalam stadium ini sampai sel yang terinfeksi diaktifkan. Aktifasi sel yang terinfeksi dapat dilaksanakan oleh antigen, mitogen, sitokin (TNF alfa atau interleukin 1) atau produk gen virus seperti sitomegalovirus (CMV), virus Epstein-Barr, herpes simpleks dan hepatitis. Sebagai akibatnya, pada saat sel T4 yang terinfeksi diaktifkan, replikasi serta pembentukan tunas HIV akan terjadi dan sel T4 akan dihancurkan. HIV yang baru dibentuk ini kemudian dilepas ke dalam plasma darah dan menginfeksi sel-sel CD4+ lainnya. Karena proses infeksi dan pengambil alihan sel T4 mengakibatkan kelainan dari kekebalan, maka ini memungkinkan berkembangnya neoplasma dan infeksi opportunistic.
Sesudah infeksi inisial, kurang lebih 25% dari sel-sel kelenjar limfe akan terinfeksi oleh HIV pula. Replikasi virus akan berlangsung terus sepanjang perjalanan infeksi HIV; tempat primernya adalah jaringan limfoid. Kecepatan produksi HIV diperkirakan berkaitan dengan status kesehatan orang yang terjangkit infeksi tersebut. jika orang tersebut tidak sedang menghadapi infeksi lain, reproduksi HIV berjalan dengan lambat. Namun, reproduksi HIV tampaknya akan dipercepat kalau penderitanya sedang menghadapi infeksi lain atau kalau sistem imunnya terstimulasi. Keadaan ini dapat menjelaskan periode laten yang diperlihatkan oleh sebagian penderita sesudah terinfeksi HIV. Sebagian besar orang yang terinfeksi HIV (65%) tetap menderita HIV/AIDS yang simptomatik dalam waktu 10 tahun sesudah orang tersebut terinfeksi.
5. Manifestasi klinis
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati.
Beberapa ahli klinis telah menggolongkan infeksi HIV dalam beberapa stadium, yaitu:
• Infeksi HIV stadium pertama
Pada fase ini terjadi pembentukan antibody dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
• Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang pasti dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
• AIDS Relative Complec (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
• Full Brown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.
6. Memutuskan Kapan Memulai Terapi
Keputusan untuk memulai terapi tergantung pada kondisi masing-masing pasien dan harus mempertimbangkan konsentrasi RNA HIV-1 dalam plasma maupun jumlah sel CD4. Pengobatan mungkin disarankan untuk semua pasien yang mempunyai RNA HIV-1 plasma diatas 20.000 salinan per millimeter (melalui uji reaksi barantai kubik) atau sel CD4 dibawah 350 per millimeter kubik. Cukup beralasan untuk menangguhkan pengobatan bagi pasien jika prognosis jangka pendeknya sangat baik.
7. Diagnosa
Kriteria diagnostik HIV/AIDS dapat ditegakkan bila ditemukan dua tanda mayor dan satu tanda minor tanpa penyebab lain, yaitu :
a. Tanda Mayor
• Penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula.
• Diare kronik lebih dari 1 bulan.
• Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan.
b. Tanda Minor
• Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
• Dermatitis generalisata
• Herpes zoster rekuren
• Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif disseminate.
• Penularan
Gejala dini yang sering dijumpai berupa eksantem, malaise, demam yang menyerupai flu biasa sebelum tes serologi positif. Gejala dini lainnya berupa penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula, berkeringat malam, diare kronik, kelelahan, limfadenopati.
Beberapa ahli klinis telah menggolongkan infeksi HIV dalam beberapa stadium, yaitu:
• Infeksi HIV stadium pertama
Pada fase ini terjadi pembentukan antibody dan memungkinkan juga terjadi gejala-gejala yang mirip influenza atau terjadi pembengkakan kelenjar getah bening.
• Persisten Generalized Limfadenopati
Terjadi pembengkakan kelenjar limfe di leher, ketiak, keringat pada waktu malam atau kehilangan berat badan tanpa penyebab yang pasti dan sariawan oleh jamur kandida di mulut.
• AIDS Relative Complec (ARC)
Virus sudah menimbulkan kemunduran pada sistem kekebalan sehingga mulai terjadi berbagai jenis infeksi yang seharusnya dapat dicegah oleh kekebalan tubuh. Disini penderita menunjukkan gejala lemah, lesu, demam, diare, yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya dan berlangsung lama, kadang-kadang lebih dari satu tahun, ditambah dengan gejala yang sudah timbul pada fase kedua.
• Full Brown AIDS
Pada fase ini sistem kekebalan tubuh sudah rusak, penderita sangat rentan terhadap infeksi sehingga dapat meninggal sewaktu-waktu. Sering terjadi radang paru pneumocytik, sarcoma kaposi, herpes yang meluas, tuberculosis oleh kuman opportunistik, gangguan pada sistem saraf pusat, sehingga penderita pikun sebelum saatnya. Jarang penderita bertahan lebih dari 3-4 tahun, biasanya meninggal sebelum waktunya.
6. Memutuskan Kapan Memulai Terapi
Keputusan untuk memulai terapi tergantung pada kondisi masing-masing pasien dan harus mempertimbangkan konsentrasi RNA HIV-1 dalam plasma maupun jumlah sel CD4. Pengobatan mungkin disarankan untuk semua pasien yang mempunyai RNA HIV-1 plasma diatas 20.000 salinan per millimeter (melalui uji reaksi barantai kubik) atau sel CD4 dibawah 350 per millimeter kubik. Cukup beralasan untuk menangguhkan pengobatan bagi pasien jika prognosis jangka pendeknya sangat baik.
7. Diagnosa
Kriteria diagnostik HIV/AIDS dapat ditegakkan bila ditemukan dua tanda mayor dan satu tanda minor tanpa penyebab lain, yaitu :
a. Tanda Mayor
• Penurunan berat badan lebih dari 10% dari berat badan semula.
• Diare kronik lebih dari 1 bulan.
• Demam menetap lebih dari 1 bulan intermitten dan konstan.
b. Tanda Minor
• Batuk menetap lebih dari 1 bulan.
• Dermatitis generalisata
• Herpes zoster rekuren
• Infeksi herpes simpleks virus kronik progresif disseminate.
• Penularan
Latar Belakang
Latar Belakang
Epidemi sindrom defisiensi kekebalan tubuh dapatan ( acquired immunodeficiency syndrome,AIDS) merupakan tantangan terbesar yang dihadapi kalangan medis saat ini. Sejak munculnya laporan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang pertama pada tahun 1981, ditemukannya kasus penyakit diberbagai belahan dunia yang disebabkan oleh HIV-1 maupun retrovirus yang lain yaitu HIV-2, yang merupakan penyebab kasus AIDS di Afrika Barat. Infeksi oleh virus ini ditandai dengan replikasi virus besar-besaran , berkurangnya limfosit CD4, dan imunodefisiensi hebat. Infeksi HIV/AIDS saat ini perkembangannya sangat pesat terutama di negara-negara berkembang. Pemahaman yang baik mengenai pathogenesis virus maupun mekanisme resistensi telah mendorong berkembangnya obat-obat antiretroviral yang efektif dan rasional maupun prinsip-prinsip pengobatan yang baik sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat infeksi HIV. Berbagai regimen multi obat telah terbukti
efektif menghambat replikasi virus, mengatasi deplesi sel CD4, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas secara nyata. Tapi banyak pasien yang tidak merasakan manfaat dari terapi antiretrovirus ini akibat munculnya resistensi virus, efek samping obat, dan kurang patuhnya pasien terhadap regiment terapi yang diterima. Disamping itu obat-obat baru yang lebih efektif belum tersedia dinegara berkembang, sehingga kasus HIV/AIDS dinegara-negara berkembang semakin meningkat.
Epidemi sindrom defisiensi kekebalan tubuh dapatan ( acquired immunodeficiency syndrome,AIDS) merupakan tantangan terbesar yang dihadapi kalangan medis saat ini. Sejak munculnya laporan acquired immunodeficiency syndrome (AIDS) yang pertama pada tahun 1981, ditemukannya kasus penyakit diberbagai belahan dunia yang disebabkan oleh HIV-1 maupun retrovirus yang lain yaitu HIV-2, yang merupakan penyebab kasus AIDS di Afrika Barat. Infeksi oleh virus ini ditandai dengan replikasi virus besar-besaran , berkurangnya limfosit CD4, dan imunodefisiensi hebat. Infeksi HIV/AIDS saat ini perkembangannya sangat pesat terutama di negara-negara berkembang. Pemahaman yang baik mengenai pathogenesis virus maupun mekanisme resistensi telah mendorong berkembangnya obat-obat antiretroviral yang efektif dan rasional maupun prinsip-prinsip pengobatan yang baik sehingga dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas akibat infeksi HIV. Berbagai regimen multi obat telah terbukti
efektif menghambat replikasi virus, mengatasi deplesi sel CD4, serta menurunkan morbiditas dan mortalitas secara nyata. Tapi banyak pasien yang tidak merasakan manfaat dari terapi antiretrovirus ini akibat munculnya resistensi virus, efek samping obat, dan kurang patuhnya pasien terhadap regiment terapi yang diterima. Disamping itu obat-obat baru yang lebih efektif belum tersedia dinegara berkembang, sehingga kasus HIV/AIDS dinegara-negara berkembang semakin meningkat.
VISI dan MISI
Visi dan Misi
Visi
• Media informasi mengenai HIV/AIDS
• Media informasi obat-obat untuk retrovirus
Misi
• Memberikan informasi infeksi HIV/AIDS baik secara aktif maupun pasif
• Memberikan informasi obat-obat antiretrovirus
Visi
• Media informasi mengenai HIV/AIDS
• Media informasi obat-obat untuk retrovirus
Misi
• Memberikan informasi infeksi HIV/AIDS baik secara aktif maupun pasif
• Memberikan informasi obat-obat antiretrovirus
Langganan:
Postingan (Atom)